1) Peserta memahami pengertian Islam
2) Peserta memahami Karakteristik Islam
Metode : ceramah dan Tanya jawab
Waktu : 60 menit
Proses :
1. Berikan penjelasan tentang definisi Islam
Dari akar katanya dalam bahasa Arab, Islam mempunyai arti-arti berikut:
ketundukan, penyerahan diri, keselamatan, kedamaian, kesejahteraan.
Makna
ketundukan dan penyerahan diri kita temukan, misalnya, dalam ayat ini:
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah,
padahal kepada-Nyalah tunduk (menyerahkan diri) segala apa yang di
langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allah lah mereka dikembalikan.” (QS: 3: 83)
Makna
keselamatan kita temukan, misalnya, dalam ayat ini :
“….Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari kegelapan menuju cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”
(QS: 5: 15-16)
Makna
kedamaian kita temukan, misalnya, dalam ayat ini :
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: 8: 61)
Makna
kesejahteraan kita temukan, misalnya, dalam ayat ini:
“Doa mereka di dalamnya ialah: “Subhanakallahumma” (Maha Suci
Allah yang telah menciptakan semua itu tidak dengan percuma, melainkan
dengan penuh hikmah), dan salam penghormatan mereka ialah: “Salam”
(kesejahteraan dan kesentosaan). Doa penutup mereka ialah
“Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin”(segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam).” (QS: 10: 10).
Ber-Islam, dengan begitu, berarti menundukkan dan menyerahkan diri
sepenuh-penuhnya, secara mutlak, kepada Allah swt untuk diatur sesuai
dengan kehendak-Nya. Dan kehendak-kehendak Allah swt itu tertuang secara
utuh dalam agama yang Ia turunkan kepada umat manusia, sebagai petunjuk
abadi dalam menjalani kehidupan mereka di muka bumi, melalui perantara
seorang Rasul, Muhammad saw, yang kemudian Ia beri nama “Islam.”
Asas ketundukan dan penyerahan diri itu adalah pengakuan yang tulus dari
lubuk hati bahwa kita dan seluruh alam semesta adalah ciptaan Allah
swt. Karena itu Allah swt berhak mengatur segenap ciptaan-Nya sesuai
dengan kehendak-Nya. Selanjutnya Allah swt menjelaskan
kehendak-kehendak-Nya dalam dua bentuk:
Pertama, kehendak Allah swt yang bersifat pasti, mutlak dan mengikat
seluruh ciptaan-Nya, baik manusia maupun alam. Inilah yang kemudian kita
sebut dengan “Sunnah Kauniyah.” Dalam pengertian ini, maka seluruh
makhluk di jagad ini telah menyatakan ketundukan dan penyerahan dirinya
(ber-Islam) kepada Allah swt. Perhatikan firman Allah swt berikut ini :
“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa
yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang,
pohon-pohon, binatang-binatang melata dan sebagian besar dari pada
manusia? Dan banyak diantara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya.
Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang
memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS:
22: 18),
Kedua, kehendak Allah swt yang bersifat pilihan, berupa aturan-aturan
dan pranata sistim bagi kehidupan manusia. Inilah yang kemudian kita
sebut “Syariat atau Agama.” Inilah yang dimaksud Allah swt dalam
firman-Nya :
“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS:
45:18)
Manusia dan alam tidak bisa melepaskan diri dari kodrat sebagai
ciptaan. Karena itu setiap penolakan terhadap kehendak-kehendak Allah
swt, baik yang “kauniyah” maupun yang “syar’iyah”, selalu berarti
pembangkangan terhadap Sang Pencipta, penyimpangan dari garis kebenaran,
isolasi dan benturan dengan alam. Ujung dari pembangkangan itu adalah
bahwa manusia selamanya akan tertolak oleh Allah, alam semesta dan
disharmoni dalam hubungan antar sesama manusia. Simaklah bagaimana Allah
menolak mereka:
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (QS: 3: 85)
2. Berikan penjelasan tentang karakteristik Islam
Sebagai sebuah sistem, Islam mempunyai karakteristik yang
membedakannya dengan sistim-sistim yang lain. Karakteristik adalah
ciri-ciri umum yang menjadi bingkai dari keseluruhan ajaran Islam. Cara
pandang Islam terhadap berbagai permasalahan eksistensial seperti Tuhan,
alam, manusia dan kehidupan, serta interpretasinya terhadap berbagai
peristiwa selamanya akan berada dalam bingkai ciri-ciri umum tersebut.
Karakteristik ini pula yang kemudian menjadi letak keunggulan Islam
terhadap sistim-sistim lainnya. Ciri-ciri umum tersebut adalah
rabbaniyah, syumuliyah, insaniyah, tsabat, tawazun, waqi’iyyah,
ijabiyyah.
Rabbaniyyah
Rabbaniyyah adalah nisbat kepada kata Rabb yang berarti Tuhan.
Artinya Islam ini adalah agama atau jalan hidup yang bersumber dari
Tuhan. Ia bukan kreasi manusia,juga bukan kreasi nabi yang membawanya.
Maka Islam adalah jalan Tuhan. Tugas para nabi adalah menerima, memahami
dan menyampaikan ajaran itu kepada umat manusia :
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” (QS: 5: 67)
Sumber ajaran merupakan titik perbedaan paling signifikan antara
berbagai ideologi. Sumber ajaran Islam adalah Allah swt, Tuhan semesta
alam, Tuhan yang menciptakan manusia dan yang paling mengetahui hakikat
manusia serta apa saja yang dibutuhkannya; kebutuhan fisik, ruh dan
akalnya. Ia adalah sumber yang terpercaya yang memiliki semua hak dan
kelayakan untuk mengatur manusia. Kekuatan sumber itu melahirkan rasa
aman untuk menerima kebenaran dan menghilangkan keraguan. Ia bukan saja
mambawa kebenaran mutlak, tapi juga terjaga validitasnya sepanjang masa.
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka janganlah kamu menjadi ragu (menerimanya).” (QS: 2:147 ).
Syumuliyyah
Artinya ajaran ini mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia; dari
pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara; dari sosial, ekonomi,
politik, hukum, keamanan, lingkungan, pendidikan hingga kebudayaan; dari
etnis Arab ke Parsi hingga seluruh etnis manusia, dari kepercayaan,
sistim hingga akhlak; dari Adam hingga manusia terakhir; dari sejak kita
bangun tidur hingga kita tidur kembali; dari kehidupan dunia hingga
kehidupan akhirat. Jadi kecakupan Islam dapat kita dari beberapa
dimensi; yaitu dimensi waktu, dimensi demografis, dimensi geografis dan
dimensi kehidupan.
Yang dimaksud dengan dimensi waktu adalah bahwa Islam telah
diturunkan Allah swt sejak Nabi Adam hingga mata rantai kenabian ditutup
pada masa Rasulullah Muhammad saw. Dan Islam bukan agama yang hanya
diturunkan untuk masa hidup Rasulullah saw, tapi untuk masa hidup
seluruh umat manusia di muka bumi :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rosul, sungguh telah
berlalu sebelumnya beberapa rosul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh
kamu berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat
kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (QS: 3: 144)
Yang dimaksud dengan dimensi demografis adalah bahwa Islam diturunkan
untuk seluruh umat manusia dengan seluruh etnisnya, dan bahwa mereka
semua sama di mata Allah swt sebagai ciptaan-Nya dan dibedakan satu sama
lain karena asas ketakwaan :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS: 49: 13)
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS: 34: 28)
Yang dimaksud dengan dimensi geografis adalah bahwa ajaran Islam
diturunkan untuk diterapkan di seluruh penjuru bumi. Maka Islam tidak
dapat diidentikkan dengan kawasan Arab (Arabisme), karena itu hanya
tempat lahirnya. Islam tidak mengenal sekat-sekat tanah air, sama
seperti ia tidak mengenal batasan-batasan etnis.
“Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami, senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman; ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (QS: 2: 30)
“Al-Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,
(yaitu) Bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”.
(QS: 81: 27-28)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS: 21: 107)
Yang dimaksud dengan dimensi kehidupan adalah bahwa Islam membawa
ajaran-ajaran yang terkait dengan seluruh dimensi kehidupan manusia;
sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, pendidikan, lingkungan dan
kebudayaan. Itulah sebabnya Allah swt menyuruh berislam secara kaffah,
atau berislam dalam semua dimensi kehidupan kita.
”Hai orang-orang yang berirman masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan jangankah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya Syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS: 2: 208)
Ini pula yang dimaksud Allah swt bahwa Ia telah menyempurnakan agama
ini dan karena itu meridhoinya sebagai agama terbaik bagi umat manusia :
“Hari ini telah Ku-sempurnakan bagimu agamamu, dan Ku-sempurnakan
nikmat-Ku terhadapmu, dan Kuridhai Islam sebagai agamamu.” (QS: 5: 3)
Insaniyyah
Artinya bahwa ajaran Islam mendudukan manusia pada posisi kunci dalam
struktur kehidupan ini. Manusia adalah pelaku yang diberi tanggungjawab
dan wewenang untuk mengimplementasikan kehendak Allah swt dimuka bumi
(khalifah). Maka Allah swt memberi penghormatan tertinggi kepada manusia
dalam firman-Nya :
“Dan sesunguhnya kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS: 17: 70)
Selanjutnya Allah swt menyusun ajaran-ajaran Islam sedemikian rupa sesuai dengan fitrah dasar manusia :
“
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah);
(tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. ( QS: 30:30)
Islam datang untuk membebaskan umat manusia dari perbudakan sesama
manusia. Di hadapan Rustum menjelang Perang Qadisiyah, Rub’i bin ‘Amir
menjelaskan misi itu ketika beliau berkata: “Kami datang untuk
membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia yang lain.”
Hak asasi manusia – dalam semua bentuknya – merupakan bagian paling
inheren dalam keseluruhan ajaran-ajaran Islam. Hak-hak asasi itu
merupakan seperangkat kondisi dan wilayah kewenangan yang mutlak
dibutuhkan manusia untuk menjalankan misinya dalam kehidupan ini. “Sejak
kapan kamu memperbudak manusia, padahal ibu-ibu mereka telah melahirkan
mereka dalam keadaan bebas?”, kata Umar Bin Khattab kepada ‘Amru Bin
‘Ash saat puteranya menampar wajah seorang warga Qibthy (Kristen).
Tsabat dan Tathawwur
Tsabat artinya permanen, sedang Tathawwur artinya pertumbuhan. Ciri
permanensi adalah turunan dari ciri Rabbaniyyah. Maksudnya adalah bahwa
Islam membawa ajaran yang berisi hakikat-hakikat besar yang bersifat
tetap dan permanen dan tidak akan pernah berubah dalam semua ruang dan
waktu. Hakikat-hakikat itu melampaui batas-batas ruang dan waktu serta
bersifat abadi.
Seperti hakikat abadi tentang wujud dan keesaan Allah, hakikat
penyembahan kepada Allah, hakikat alam sebagai ciptaan dan wadah fisik
bagi kehidupan kita, hakikat manusia sebagai makhluk yang paling
terhormat karena misi khilafahnya, hakikat iman kepada Allah, malaikat,
rasul, kitab suci dan takdir baik dan buruk serta hari akhirat adalah
syarat diterimanya semua amal manusia, hakikat ibadah sebagai tujuan
hidup manusia, hakikat aqidah sebagai ikatan komunitas Muslim, hakikat
dunia sebagai tempat ujian, hakikat Islam sebagai agama satu-satunya
yang diterima Allah.
Semua hakikat itu bersifat abadi dan permanen dan tidak berubah
karena faktor ruang dan waktu. Hakikat-hakikat dasar dan nilai-nilai itu
bukan saja tidak dapat berubah, tapi juga tidak mungkin bertumbuh;
sebagaimana realitas dan pola-pola kehidupan manusia terus berubah dan
bertumbuh.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah);
(tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS: 30:30).
“Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti
binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya.
Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan tetapi
mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS: 23: 71)
Tawazun
Artinya keseimbangan. Ajaran-ajaran Islam seluruhnya seimbang dan
memberi porsi kepada seluruh aspek kehidupan manusia secara
proporsional. Tidak ada yang berlebihan atau kekurangan, tidak ada
perhatian yang ekstrim terhadap satu aspek dengan mengorbankan aspek
yang lain. Karena semua aspek itu adalah satu kesatuan dan menjalankan
fungsi yang sama dalam struktur kehidupan manusia.
Ada keseimbangan antara bagian-bagian yang bersifat fisik (zahir) dan
metafisik (gaib) dalam keimanan. Ada keseimbangan antara kecondongan
kepada materialisme dan spiritualisme dalam kehidupan. Ada keseimbangan
antara aspek ketegasan hukum dan persuasi moral dalam bernegara. Ada
keseimbangan antara Sunnah Kauniyah yang eksak dan pasti dengan kehendak
Allah yang tetap bebas dan tidak terbatas (seperti dalam kasus istri
nabi Ibrahim yang melahirkan di usia yang sangat tua, atau Maryam yang
melahirkan tanpa proses biologis normal, atau pendinginan api bagi
Ibrahim dan lainnya, semua ini tanpa harus mengganggu kepastian gerak
alam yang dapat diobservasi oleh manusia secara empiris). Ada
keseimbangan antara ibadah yang bersifat mahdhah (khusus) dengan ibadah
dengan wilayah yang luas.
“Dan segala sesuatunya Kami ciptakan dengan kadarnya masing-masing.” (QS 54:49)
“Engkau takkan penah menemukan pada ciptaan Allah Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang.” (QS: 67: 3).
Ciri keseimbangan ini telah memproteksi Islam dari keterpecahan dan
dikhotomi yang selalu ada dalam ideologi lainnya. Ada spiritualisme yang
ekstrim dalam gereja di abad pertengahan, tapi juga ada materialisme
yang ekstrim pada kaum sekuler. Ada porsi kelompok yang berlebihan dan
sosialisme, tapi juga ada porsi individu yang ekstrim dalam kapitalisme
liberal. Ini menciptakan pertentangan-pertentangan dalam struktur
ideologi dan senantiasa mewariskan kegoncangan psikologis akibat
ketidakutuhan dalam diri pada pemeluknya.
Waqi’iyyah
Artinya realisme. Islam diturunkan untuk berinteraksi dengan
realitas-realitas obyektif yang nyata-nyata ada sebagaimana ia adanya.
Selain itu ajaran-ajarannya didesign sedemikian rupa yang
memungkinkannya diterapkan secara nyata dalam kehidupan manusia. Ia
bukan nilai-nilai ideal yang enak dibaca tapi tidak dapat diterapkan. Ia
merupakan idealisme yang realistis, tapi juga realisme yang idealis.
Tuhan adalah realitas obyektif yang benar-benar wujud dan wujud-Nya
diketahui melalui ciptaan-Nya dan kehendak-Nya diketahui melalui gerakan
alam. Alam dan manusia juga realitas obyektif.
“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji
buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikianlah
ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling. Dia menyingsingkan pagi
dan manjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS: 6: 95-96)
Tapi konsep Islam juga didesign sesuai dengan realitas obyektif
manusia, kondisi ruang dan waktu yang melingkupinya, hambatan internal
dan eksternalnya, potensi ril yang dimiliki manusia untuk menjalani
hidup. Islam memandang manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya;
dengan ruh, akal dan fisiknya; dengan harapan-harapan dan ketakutannya;
dengan mimpi dan keterbatasannya. Lalu berdasarkan itu semua Islam
menyusun konsep hidup ideal yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan
nyata manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya. Islam bukan
idealisme yang tidak mempunyai akar dalam kenyataan.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya….”.(QS: 2: 286.)
Ijabiyyah
Artinya sikap positif dalam menjalani kehidupan sebagai lawan dari
pesimisme dan fatalisme. Keimanan bukanlah sesuatu yang beku dan kering
yang tidak sanggup menggerakkan manusia. Keimanan adalah sumber tenaga
jiwa yang mendorong manusia untuk merealisasikan kebaikan dan kehendak
Allah dalam kehidupan ril. Islam memandang bahwa keimanan yang tidak
dapat mendorong manusia untuk bekerja mengeksplorasi potensi alam dan
potensi dirinya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, adalah
keimanan yang negatif dan fatal.
Itulah sebabnya Islam memberi penghargaan besar kepada kerja sebagai
bukti sikap positif dan dinamika dalam mengelola kehidupannya. Allah swt
berfirman:
“Katakanlah: “Bekerjalah kamu! Nanti Allah akan menyaksikan
pekerjaanmu bersama Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (QS: 9:105
).
Bacaan yang dianjurkan :
1. Dasar-dasar Islam; Abul A’la Al Maududi
2. Petunjuk Jalan; Sayyid Qutb
3. Al Islam; Said Hawwa
4. Karakteristik Islam; DR. Yusuf Al Qardhawi
5. Salah Paham Terhadap Islam; Muhammad Qutb
6. Komitmen Muslim; DR. Fathi Yakan
7. Benarkah Kita Muslim; Muhammad Qutb
8. Prinsip-prinsip Islam Untuk Kehidupan; DR. Abdullah Al Muslih
9. La Ilaha Illallah Sebagai Aqidah, Syariah dan Sistim Kehidupan; Muhamad Qutb
10. Al Ubudiyah; Ibnu Taimiyah